Hak
dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Pasal 30.
pasal 30 UUD’45 adalah sebagai berikut :
tentang pertahanan negara
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan
penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha
pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2
dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil
dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri .
Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang
menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam”
serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan
Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang
mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU
No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU
tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum
ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem
dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan
memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang
Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan
sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan
amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih
bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan
negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku,
dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana
pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus
tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar
tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa
mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu
pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan,
strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg
yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya,
Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang
mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui
undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara
dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri
dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama,
baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan
“menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg
serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu
dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan
negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan
Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang
Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU
tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan
negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21
Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai
seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman
sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan
Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara.
Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan
cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar
(seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya
kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai
macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara
Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
erdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30
tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.”
Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari
segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari
luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib
Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela
negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya
kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai
macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara
Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan
pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Pasal
30.
pasal 30 UUD’45 adalah sebagai berikut :
tentang pertahanan negara
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan
penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha
pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2
dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil
dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri .
Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang
menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam”
serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan
Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang
mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU
No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU
tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum
ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem
dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan
memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang
Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan
sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan
amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih
bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan
negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku,
dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri.
Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan
sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara
bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan,
“di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu
pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan,
strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg
yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya,
Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang
mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui
undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara
dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri
dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama,
baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan
“menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg
serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu
dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan
negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan
Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang
Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU
tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan
negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21
Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai
seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman
sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan
Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela
negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar
(seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya
kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai
macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara
Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
erdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30
tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan
undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam
membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik
yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib
Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela
negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita
turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam
ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan
Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan
dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan
pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Pasal
30.
pasal 30 UUD’45 adalah sebagai berikut :
tentang pertahanan negara
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita
dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan
penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha
pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2
dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil
dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri .
Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang
menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam”
serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan
Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang
mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU
No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU
tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum
ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem
dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan
memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang
Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan
sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan
amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih
bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan
negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku,
dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri.
Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan
sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara
bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan,
“di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu
pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan,
strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg
yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya,
Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang
mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui
undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara
dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri
dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama,
baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan
“menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg
serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu
dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan
negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan
Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang
Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU
tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan
negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21
Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai
seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman
sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan
Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela
negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar
(seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya
kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai
macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara
Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
erdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30
tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan
undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam
membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik
yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib
Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela
negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya
kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai
macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara
Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan
pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar