Sabtu, 23 Juni 2012

DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI


DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI

A.    Hakikat Dasar Negara
1.      Pengertian Dasar Negara
Istilah dasar negara memiliki pedanan kata philosophische grondslag (Belanda) dan Weltanschauuung (Jerman). Istilah philosophische grondslag berarti norma (lag) dasar (gronds) yang berarti filsafati (philosophische). Sedangkan istilah Weltanschauuung berarti pandangan mendasar (anschauuung) tentang dunia (welt).
Jadi, kedua istilah itu mempunyai kesamaan makna,yaitu ajaran atau teori yang memaparkan hasil pemikiran mendalam(pemikiran filsafati) mengenai dunia dan kehidupan di dunia,termasuk kehidupan bernegara di dalamnya,yang di jadikan pedoman dasar dalam mengatur dan memelihara kehidupan bersama dalam suatu negara. Ajaran semacam itu dalam bahasa Inggris disebut ideology,yang kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ideologi.
Ada banyak definisi tentang ideologi. Ada yang berpendapat bahwa ideologi adalah serangkaian gagasan dasar dan sistematis tentang hakikat manusia,kehidupan ekonomi dan hakikat masyarakat yang di percayai oleh para pendukunganya dan dijadikan pedoman dalam menentukan sistem pemerintahan negara serta tingkah laku politik yang di anggap tepat. Ada pula yang berpendapat bahwa ideologi adalah sistem ideologi hidup yang berisi kepercayaan-kepercayaan dan tujuan-tujuan yang menjiwai gaya dan tindakan politik para pendukungnya.
Beberapa definisi diatas menunjukkan bahwa ideologi selalu berupa gagasan – gagasan yang memiliki sifat-sifat pokok sebagai berikut :
a.       Gagasan – gagasan di dalam ideologi bersifat sistematis ; artinya ,gagasan itu tersusun secara padu,unsur-unsurnya tidak bertentangan satu sama lain.
b.      Gagasan – gagasan itu berfungsi atau digunakan oleh penganutnya atau yang memp[ercayai sebagai pedoman dalam kehidupan bernegara.
c.       Gagasan – gagasan yang ada di dalam sebuah ideologi masih berupa gagasan dasar atau umum, sehingga memerlukan penjabaran agar bisa dilaksanakan operasional.
2.      Fungsi Dasar Negara
Pada umumnya dasar negara digunakan oleh bangsa pendukungnya sebagai berikut.
a.       Dasar berdiri dan tegaknya negara
Pemikiran yang mendalam tentang dasar negara lazimnya muncul ketika suatu bangsa hendak mendirikan negara. Oleh karena itu, dasar negara berfungsi sebagai dasar negara berdirinya suatu negara. Sesudah negara berdiri, dasar negara diharapkan dapat dijadikan landasan bagi pengelola negara yang bersangkutan.
b.      Dasar kegiatan penyelenggaraan negara
Negara didirikan untuk mewujudkan cita – cita dan tujuan nasional bangsa yang bersangkutan, dibawah pimpinan para penyelenggara negara. Agar para penyelenggara benar – benar dapat mewujudkan tujuan nasional, mereka harus mendasarkan semua kegiatan pemerintah pada daar negara.
c.       Dasar partisipasi warga negara.
Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mempertahankan negara dan berpartisipasi dalam upaya bersama mencapai tujuan bangsa. Dalam menggunakan hak dan menunaikan kewajiban itu seluruh warga negara harus berpedoman kepada dasar negara.
d.      Dasar pergaulan antarwarga negara.
Dasar negara tidak hanya menjadi perhubungan antara warga negara dengan negara, melainkan juga dasar bagi perhubungan antarwarga negara.
e.       Dasar dan sumber hukum nasional.
Seluruh aktifitas penyelenggara negara dan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan haruslah didasarkan pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, semua peraturan perundang – undangan yang dibentuk untuk penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada dasar negara.

3.      Substansi Dasar Negara
Sebuah dasar negara umumnya dikembangkan berdasarkan keyakinan tertentu tentang hakikat manusia. Pada umunya diakui bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki dua dimensi, yaitu sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi manusia memiliki kebebasan individual, sementara sebagai makhluk sosial manusia terikat dlam kebersamaan.
Ada pemikir dasar negara yang mengutamakan salah satu dari kedua dimensi manusia itu. Namun ,ada juga yang melihat keduanya sebagai sesuatu yang padu, tidak bisa dipisah – pisahkan. Misalnya, liberalisme lebih mengutamakan kebebaan atau sisi individualisme manusia, sedangkan sosialisme labih mengutamakan dimensi kebersamaan atau sosialitas manusia. Pandangan tenteng hakikat manusia itu menentukan pandangan tentang ajaran moral, kehidupan politik, dan kehidupan ekonomi yang harus diperjuangkan para penganut dasr negara yang bersangkutan.

B.     Hakikat Konstitusi Negara
1.      Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi (Inggris: constitution; Belanda: constitutie) mempunyai tiga pengertian, yaitu dalam arti luas,arti tengah,dan konstitusi dalam arti sempit.
a.       Dalam artinya yang paling luas, konstitusi berarti hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem kewarganegaraan suatu negara.
b.      Dalam arti tengah, konstitusi berarti hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu negara.
c.       Dalam arti sempit, konstitusi berarti Undang – Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan – aturan dan ketentuan- ketentuan yang bersifat pokok atau dasar dari ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi berarti Undang – Undang Dasar.

2.      Fungsi Konstitusi.
Menurut paham konstitusionalisme, konstitusi adalah suatu dokumen kenegaraan yang mempunyai, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah serta menjamin hak – hak asasi warga negara.
Dalam setiap konstitusi lazimnya diatur tentang pembagian kekuasaan negara, lembaga – lembaga negara (pemerintahan) pemegang masing – masing kekuasaan itu, serta batas – batas kekuasaan dan saling berhubungan antarlembaga negara. Pemerintah suatu negara memang harus diberi kekuasaan yang cukup agar dapat berfungsi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, dipihak lain kekuasaan pemerintah juga harus di batasi sedemikian rupa sehingga pemerintah tidak dimungkinkan untuk menyalahgunakan kekuasaannya, bertindak sewenang – wenang dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu selain berfungsi memberikan kekuasaan pada pemerintah, konstitusi juga berfungsi sebagai pembatas kekuasaan penguasa negara/pemerintah.
Dalam konstitusi lazimnya dicantumkan ketentuan – ketentuan yang mengakui dan menjamin hak – hak asasi manusia warga negara suatu negara. Jaminan atas hak asasi itu harus diwujudkan oleh penguasa negara dengan cara melindungi setiap hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, konstitusi juga berfungsi sebagai penjamin hak – hak asasi warga negara.
3.      Kedudukan Konstitusi.
Hampir semua negara di dunia ini memiliki konstitusi, kecuali Inggris yang memang tidak memiliki konstitusi atau Undang – Undang Dasar. Tentu saja masing – masing konstitusi itu dibuat dengan tujuan, bentuk, dan isi yang berbeda – beda. Walaupun demikian setiap konstitusi mempunyai kedudukan yang relatif lama, yaitu sebagai (a) hukum dasar, dan (b) hukum tertinggi.
a.       Konstitusi sebagai hukum negara.
Konstitusi berkedudukan sebagai hukum dasar negara karena berisi aturan dan ketentuan tentang hal – hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Secara khusus konstitusi memuat aturan tentang badan – badan pemerintahan (lembaga – lembaga negara), dan sekaligus memberikan kewenangan kepada lembaga – lembaga negara tersebut.
b.      Konstitusi sebagai hukum tertinggi.
Konstitusi lazimnya juga diberikan kedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum yang bersangkutan. Hal itu berarti bahwa aturan – aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hierarkis, mempunyai kedudukan lebih tinggi (superior) terhadap aturan – aturannya. Oleh karena itu aturan – aturan  lain yang dibuat oleh pembentuk undang – undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan aturan konstitusi.



4.      Sifat Konstitusi.
Dari berbagai konstitusi yang ada dapat kita temukan adanya konstitusi yang bersifat kaku (rigid), dan yang konstitusi bersifat supel (flexibel). Menurut C.F.Strong, kaku atau supelnya sebuah konstitusi ditentukan oleh : apakah prosedur mengubah konstitusi sama dengan prosedur membuat undang – undang di negara yang bersangkutan.
Konstitusi disebut supel jika dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan prosedur pembuatan undang – undang (jadi dapat dilakukan oleh badan legislatif sehari – hari). Konstitusi itu disebut rigid atau kaku jika konstitusi itu hanya dapat diubah melalui prosedur yang berbeda dengan prosedur pembuatan undang – undang biasa (jadi tidak dapat dilakukan oleh badan legislatif sehari – hari ).

C.    Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi.
Dasar negara berisi ajaran tentang prinsi – prinsip hidup bernegara. Prinsip – prinsip dasar itu harus dipedomani dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, agar menjadi lebih operasional prinsip – prinsip harus dijabarkan ke dalam berbagai aturan hukum di negara yang bersangkutan. Penjabaran dasar negara ke dalam aturan hukum pertama – tama dilakukan melalui konstitusi. Ke dalam konstitusilah dimuat aturan – aturan pokok tentang kehidupan bernegara yang bersumber dari dasar negara.
Tidak setiap bangsa merumuskan dasar negaranya secara jelas dan tegas/eksplisit dalam bagian pembukaan konstitusi seperti bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merumuskan dasar negaranya ke dalam lima prinsip yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945. Kelima prinsip itu kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila.
Dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Dasar negara Pancasila merupakan pandangan bangsa Indonesia yang mengandung nilai – nilai luhur bangsa dalam menentukan konsep dasar dari cita – cita bangsa. Dengan demikian secara tidak langsung Pancasila mengikat bangsa Indonesia dalam praktik kenegaraan.
Dasar negara berbeda dengan konstitusi. Konstitusi memuat bangunan negara dan sendi – sendi pemerintahan negara. Konstitusi bisa tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis disebut Undang – Undang Dasar (UUD). Olek karena itu, konstitusi negara RI adalah UUD 1945.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hubungan antara dasar negra dan konstitusi memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali. Katerkaitan itu memiliki sifat filosofis, yuridis, dan sosiologis.
1.      Keterkaitan secara Filosofis.
Secara filosofis, konstitusi bangsa Indonesia salalu didasarkan pada filosofi – filosofi bangsa. Pada pendiri negara Republik Indonesia yang arif dan bijaksana telah berhasil meletakkan dasar negara yang kukuh dan kuat, yaitu Pancasila. Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri dan mewariskan landasan konstitusional kepada bangsanya.
2.      Keterkaitan secara Yuridis.
Secara Yuridis, konstitusi negara RI mengandung pokok – pokok pikiran dasar negara yang diwujudkan dalam bentuk pasal – pasal konstitusi negara RI. Dengan demikian, segala bentuk hukum atau aturan perundang – undangan harus berpedoman pada konstitusi yang telah diilhami oleh nilai – nilai dasar negara.
3.      Keterkaitan secara Sosiologis.
Secara sosiologis, konstitusi hendaknya dapat menampung seluruh nilai – nilai yang berkembang dalam masyarakat karena dasar negara merupakan prinsip – prinsip dasar dalam menjalankan kehidupan bernegara karena mengandung nilai – nilai luhur bangsa di suatu negara.
            Dalam tiga UUD yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, semua pembukaan atau mukadimah mencantumkan Pancasila. Tidak semua bangsa di suatu negara dapat merumuskan dasar negaranya secara jelas dan tegas/eksplisit dalam bagian pembukaan konstitusi seperti bangsa Indonesia. Selain itu, Pancasila sebagai dasar negara mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945.


D.    Substansi Konstitusi Negara.
Struktur jumlah pasal, dan isi masing – masing konstitusi berbeda – beda. Namun, secara garis besar konstitusi – konstitusi yang ada di dunia ini pada umumnya memuat:
1.      Pernyataan tentang Gagasan – gagasan Politik, Moral, dan Keagamaan.
Pernyataan gagasan – gagasan politik, omrak, dan keagamaan yang menjiwai konstitusi biasanya dimuat dalam bagian awal atau Pembukaan Konstitusi. Pada umumnya Pembukaan Konstitusi akan memuat pernyataan pengakuan terhadap Tuhan, dan pernyataan bahwa keadilan, kebebasan, persamaan, dan kebahagiaan/kesejahteraan umum dan lain sejenisnya akan dijamin memalui Konstitusi. Pembukaan Konstitusi kadang memuat pula cita – cita rakyat atau tujuan negara dan dasar negara.
2.      Ketentuan tentang Struktur Organisasi Negara.
Sesuatu dengan fungsinya sebagai pembatas kekuasaan penguasa, konstitusi memuat ketentuan – ketentuan tentang pembagian kekuasaan negara baik antara badan legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun dengan badan – badan negara lainnya. Dengan demikian, dalam Konstitusi akan tergambar struktur organisasi negara.
3.      Ketentuan tentang Perlindungan Hak – Hak Asasi Manusia.
Konstitusi umumnya juga memuat ketentuan – ketentuan yang menjamin dan melindugi hak – hak asasi manusia warga dari negara yang bersangkutan. Adakalanya ketentuan tentang jaminan dan perlindungan hak asasi itu dimuat dalam naskah tersendiri di luar konstitusi. Naskah semacam itu biasanya disebut Bill of Rights.
4.      Ketentuan tentang Prosedur Mengubah Undang – Undang Dasar.
Di dalam konstitusi lazimnya ditentukan pula syarat maupun prosedur mengubah konstitusi yang bersangkutan. Ketentuan semacam ini penting untuk menjaga agar konstitusi tetap dapat menyesuaikan perkembangan zaman.
5.      Larangan Mengubah Sifat Tertentu dari Undang – Undang Dasar.
Beberapa konstitusi juga memuat larangan mengubah bagian tertentu dari konstitusi yang bersangkutan. Hal ini biasanya terjadi jika para konstitusi ingin menghindari terulangnya kembali hal – hal yang baru saja diatasi, seperti misalnya munculnya seorang diklator atau kembalinya suatu monarki.
            Adapun ini atau sifat pokok dari UUD 1945 adalah Pancasila dengan nilai – nilai yang dikandungnya yang menjadi dasar yuridis bagi pelaksanaan dan kelangsungan negara Republik Indonesia. Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, terutama alenia IV, sedangkan Pembukaan UUD 1945 secara ilmiah merupakan kaidah pokok negara yang fundamental.
E.     Kedudukan Pembukaan UUD 1945.
1.      Isi Pembukaan UUD 1945.
Tiap – tiap alenia dalam Pembukaan UUD 1945, terkandung pokok – pokok pikiran yang sangat dalam, yaitu sebagai berikut.
a.       Pada alenia pertama, terkandung pokok pikiran bahwa: 1). Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, 2). Segala bentuk penjajahan harus dihapuskan, 3). Bangsa Indonesia perlu membantu bangsa – bangsa lain yang ingin merdeka. Pokok – pokok itu semestinya menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.\
b.      Pada alenia kedua, terkandung pokok – pokok pikiran bahwa: 1). Perjuangan bangsa Indonesia telah sampai kepada saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan; 2). Kemerdekaan bukanlah akhir dari suatu perjuangan; 3). Perlu upaya mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
c.       Pada alenia ketiga, terkandung pokok pikiran: 1). Bahwa kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai baerkat rahmat Allah Yng Maha Kuasa, 2). Bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi juga oleh keinginan luhur untuk menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan.
d.      Pada alenia keempat, terdapat rumusan tentang: 1). Tujuan negara yang meliputi : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; 2). Pentingnya mengatur kehidupan negara dalam Undang – Undang Dasar; 3). Bentuk pemerintaha Republik; 4). Dasar negara Indonesia yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila.
2.      Kedudukan Pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental (staats fundamental norm). Artinya, Pembukaan UUD 1945 memberikan faktor – faktor mutlak bagi tertib hukum Indonesia (sumber hukum tertinggi), lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD 1945.
Unsur – unsur mutlak dari pokok kaidah negara yang fundamental antara lain sebagai berikut.
a.       Menurut sejarah terjadinya, Pembukaan UUD 1945 ditentukan oleh pembentuk negara dan terpisah dengan Batang Tubuh UUD 1945.
1). Pembentuk negara, PPKI yang mempunyai kualitas dan kedudukan sebagai pembentuk negara menegakkan kemerdekaan dan mendirikan Negara Republik Indonesia.
2.) setelah terbentuk negara Republik Indonesi, dibentuklah Batang Tubuh UUD 1945.
b.      Dari segi isinya, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar – dasar pokok negara.
1). Dasar tujuan negara, baik tujuan maupun tujuan khusus, termasuk pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia.
2). Ketentuan diadakannya UUD negara (perhatikan alinea IV Pembukaan UUD 1945).
3). Bentuk negara.
4). Dasar fisafat negara (asas kerohanian negara), tersimpul dalam rumusan Pancasila pada alinea IV Pembukaan UUD 1945.
c.       Menurut prinsip hukum, Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan hukum yang tetap, tidak bisa di ubah – ubah karena makna kandungan Pembukaan UUD 1945 adalah pokok – pokok pembentuk negara dan pemerintahan Indonesia.
d.      Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dengan pasal – pasalnya.
1). Terpisah dan sebagai pokok kaidah negara fundamental serta lebih tinggi dari batang tubuh dalam hal tertib hukum Indonesia.
2). Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok – pokok pikiran yang bharus dijabarkan ke dalam pasal – pasal UUD 1945 dan menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis (UUD) maupun tidak tertulis (konvensi). Meskipun Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi dari batang tubuhnya, tetapi tetap berkaitan dengan batang tubuhnya.