Minggu, 28 Oktober 2012

Pengantar Basis Data


PENGANTAR BASIS DATA.


Basis data adalah tempat kumpulan file atau tabel atau arsip yang saling berhubungan yang disimpan pada penyimpanan data elektronik yang diatur atau manage agar data mudah dicari. Prinsip dalam basis data adalah Pengaturan, dan Tujuan dalam basis data itu sendiri adalah supaya memperoleh data kembali dengan mudah dalam pencairan.
DBMS ( Data Base Management System ) yaitu Software atau program aplikasi untuk mengatur data di dalam basis data. Contoh :
  • ·         SQL  → bersifat multi-user dan multi-threaded. berjalan sebagai server yang melayani banyak pengguna untuk mengakses sejumlah basis data.
  • ·         Ms. Excel
  • ·         Data base III
  • ·         Data Base IV
  • ·         Fox Base
  • ·         Oracle. → Oracle Databases Oracle menyimpan data secara logika dalam bentuk tablespaces dan secara fisik dalam bentuk file-file data. 

Istilah – istilah dalam Basis Data :
  1. 1.      Entitas

Adalah sebuah obyek yang keberadaannya bisa dibedakan.
Contohnya :
·         Orang: MAHASISWA, DOSEN, PEMASOK, PENJUAL
·         Benda: MOBIL, MESIN, RUANGAN
·         Tempat: NEGARA, DESA, KAMPUNG
·         Kejadian: PENJUALAN, REGISTRASI
·         Konsep: REKENING, KURSUS

  1. 2.       Atribut

Adalah karakter atau ciri dari Entitas. Atribut yang menjadi kunci entitas atau key diberi garis bawah.
Contohnya : mahasiswa memiliki nama dan alamat

  1. 3.      Nilai Data / Data Value.

Adalah isi data yang menunjukkan adanya hubungan diantara sejumlah entitas yang berasal dari himpunan entitas yang berbeda.
Contohnya : atribut nama mahasiswa dapat berisi nilai data: Fadlan,Amora,Adriana.
  1. 4.      Kunci Elemen Data.

Adalah atribut unik yang bisa membedakan record (tanda pengenal).
Contohnya : entitas mahasiswa yang mempunyai atribut-atribut npm, nama, alamat, tanggal lahir menggunakan kunci elemen data npm.

  1. 5.      Record .

Adalah kumpulan data yang terhubung/baris. Sebuah baris data yang ada dalam tabel atau banyak data yang ada dalam subuah tabel.
Contohnya : kumpulan atribut npm, nama, alamat, tanggal lahir dari entitas mahasiswa berisikan : "49211111", "Riski Faturohman", "Jl. Cempaka Sari III no. 5 Jakarta Utara", "23 Juli 1992".


v  Sistem Pemrosesan File Tradisional.
menggambarkan kebutuhan informasi atau jenis informasi yang akan disimpan dalam database. Teknik pemodelan data dapat digunakan untuk menggambarkan setiap ontologi (yaitu gambaran dan klasifikasi dari istilah yang digunakan dan hubungan anatar informasi) untuk wilayah tertentu.
Ciri – ciri :
-          Kerangkapan data / redudansi data.
-          Data tidak konsisten / inkonsistensi data.
-          Program oriented.
-          Keamanan data tidak terjamin.
-          Data terisolir.
+  Jika satu file rusak,bagian lain tetap beroperasi.

v  Sistem Pemrosesan File Basis Data.
+  Mengurangi Redudasi data.
+  Data konsisten.
+  Data oriented.
+  Keamanan data terjamin.
+  Data shared.
-          Jika file rusak,semua bagian tidak bisa beroperasi.

-          Storage besar.

-          Perlu tenaga ahli / spesialis.

-          Biaya mahal.




Sabtu, 23 Juni 2012

DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI


DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI

A.    Hakikat Dasar Negara
1.      Pengertian Dasar Negara
Istilah dasar negara memiliki pedanan kata philosophische grondslag (Belanda) dan Weltanschauuung (Jerman). Istilah philosophische grondslag berarti norma (lag) dasar (gronds) yang berarti filsafati (philosophische). Sedangkan istilah Weltanschauuung berarti pandangan mendasar (anschauuung) tentang dunia (welt).
Jadi, kedua istilah itu mempunyai kesamaan makna,yaitu ajaran atau teori yang memaparkan hasil pemikiran mendalam(pemikiran filsafati) mengenai dunia dan kehidupan di dunia,termasuk kehidupan bernegara di dalamnya,yang di jadikan pedoman dasar dalam mengatur dan memelihara kehidupan bersama dalam suatu negara. Ajaran semacam itu dalam bahasa Inggris disebut ideology,yang kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ideologi.
Ada banyak definisi tentang ideologi. Ada yang berpendapat bahwa ideologi adalah serangkaian gagasan dasar dan sistematis tentang hakikat manusia,kehidupan ekonomi dan hakikat masyarakat yang di percayai oleh para pendukunganya dan dijadikan pedoman dalam menentukan sistem pemerintahan negara serta tingkah laku politik yang di anggap tepat. Ada pula yang berpendapat bahwa ideologi adalah sistem ideologi hidup yang berisi kepercayaan-kepercayaan dan tujuan-tujuan yang menjiwai gaya dan tindakan politik para pendukungnya.
Beberapa definisi diatas menunjukkan bahwa ideologi selalu berupa gagasan – gagasan yang memiliki sifat-sifat pokok sebagai berikut :
a.       Gagasan – gagasan di dalam ideologi bersifat sistematis ; artinya ,gagasan itu tersusun secara padu,unsur-unsurnya tidak bertentangan satu sama lain.
b.      Gagasan – gagasan itu berfungsi atau digunakan oleh penganutnya atau yang memp[ercayai sebagai pedoman dalam kehidupan bernegara.
c.       Gagasan – gagasan yang ada di dalam sebuah ideologi masih berupa gagasan dasar atau umum, sehingga memerlukan penjabaran agar bisa dilaksanakan operasional.
2.      Fungsi Dasar Negara
Pada umumnya dasar negara digunakan oleh bangsa pendukungnya sebagai berikut.
a.       Dasar berdiri dan tegaknya negara
Pemikiran yang mendalam tentang dasar negara lazimnya muncul ketika suatu bangsa hendak mendirikan negara. Oleh karena itu, dasar negara berfungsi sebagai dasar negara berdirinya suatu negara. Sesudah negara berdiri, dasar negara diharapkan dapat dijadikan landasan bagi pengelola negara yang bersangkutan.
b.      Dasar kegiatan penyelenggaraan negara
Negara didirikan untuk mewujudkan cita – cita dan tujuan nasional bangsa yang bersangkutan, dibawah pimpinan para penyelenggara negara. Agar para penyelenggara benar – benar dapat mewujudkan tujuan nasional, mereka harus mendasarkan semua kegiatan pemerintah pada daar negara.
c.       Dasar partisipasi warga negara.
Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mempertahankan negara dan berpartisipasi dalam upaya bersama mencapai tujuan bangsa. Dalam menggunakan hak dan menunaikan kewajiban itu seluruh warga negara harus berpedoman kepada dasar negara.
d.      Dasar pergaulan antarwarga negara.
Dasar negara tidak hanya menjadi perhubungan antara warga negara dengan negara, melainkan juga dasar bagi perhubungan antarwarga negara.
e.       Dasar dan sumber hukum nasional.
Seluruh aktifitas penyelenggara negara dan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan haruslah didasarkan pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, semua peraturan perundang – undangan yang dibentuk untuk penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada dasar negara.

3.      Substansi Dasar Negara
Sebuah dasar negara umumnya dikembangkan berdasarkan keyakinan tertentu tentang hakikat manusia. Pada umunya diakui bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki dua dimensi, yaitu sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi manusia memiliki kebebasan individual, sementara sebagai makhluk sosial manusia terikat dlam kebersamaan.
Ada pemikir dasar negara yang mengutamakan salah satu dari kedua dimensi manusia itu. Namun ,ada juga yang melihat keduanya sebagai sesuatu yang padu, tidak bisa dipisah – pisahkan. Misalnya, liberalisme lebih mengutamakan kebebaan atau sisi individualisme manusia, sedangkan sosialisme labih mengutamakan dimensi kebersamaan atau sosialitas manusia. Pandangan tenteng hakikat manusia itu menentukan pandangan tentang ajaran moral, kehidupan politik, dan kehidupan ekonomi yang harus diperjuangkan para penganut dasr negara yang bersangkutan.

B.     Hakikat Konstitusi Negara
1.      Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi (Inggris: constitution; Belanda: constitutie) mempunyai tiga pengertian, yaitu dalam arti luas,arti tengah,dan konstitusi dalam arti sempit.
a.       Dalam artinya yang paling luas, konstitusi berarti hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem kewarganegaraan suatu negara.
b.      Dalam arti tengah, konstitusi berarti hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu negara.
c.       Dalam arti sempit, konstitusi berarti Undang – Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan – aturan dan ketentuan- ketentuan yang bersifat pokok atau dasar dari ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi berarti Undang – Undang Dasar.

2.      Fungsi Konstitusi.
Menurut paham konstitusionalisme, konstitusi adalah suatu dokumen kenegaraan yang mempunyai, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah serta menjamin hak – hak asasi warga negara.
Dalam setiap konstitusi lazimnya diatur tentang pembagian kekuasaan negara, lembaga – lembaga negara (pemerintahan) pemegang masing – masing kekuasaan itu, serta batas – batas kekuasaan dan saling berhubungan antarlembaga negara. Pemerintah suatu negara memang harus diberi kekuasaan yang cukup agar dapat berfungsi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, dipihak lain kekuasaan pemerintah juga harus di batasi sedemikian rupa sehingga pemerintah tidak dimungkinkan untuk menyalahgunakan kekuasaannya, bertindak sewenang – wenang dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu selain berfungsi memberikan kekuasaan pada pemerintah, konstitusi juga berfungsi sebagai pembatas kekuasaan penguasa negara/pemerintah.
Dalam konstitusi lazimnya dicantumkan ketentuan – ketentuan yang mengakui dan menjamin hak – hak asasi manusia warga negara suatu negara. Jaminan atas hak asasi itu harus diwujudkan oleh penguasa negara dengan cara melindungi setiap hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, konstitusi juga berfungsi sebagai penjamin hak – hak asasi warga negara.
3.      Kedudukan Konstitusi.
Hampir semua negara di dunia ini memiliki konstitusi, kecuali Inggris yang memang tidak memiliki konstitusi atau Undang – Undang Dasar. Tentu saja masing – masing konstitusi itu dibuat dengan tujuan, bentuk, dan isi yang berbeda – beda. Walaupun demikian setiap konstitusi mempunyai kedudukan yang relatif lama, yaitu sebagai (a) hukum dasar, dan (b) hukum tertinggi.
a.       Konstitusi sebagai hukum negara.
Konstitusi berkedudukan sebagai hukum dasar negara karena berisi aturan dan ketentuan tentang hal – hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Secara khusus konstitusi memuat aturan tentang badan – badan pemerintahan (lembaga – lembaga negara), dan sekaligus memberikan kewenangan kepada lembaga – lembaga negara tersebut.
b.      Konstitusi sebagai hukum tertinggi.
Konstitusi lazimnya juga diberikan kedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum yang bersangkutan. Hal itu berarti bahwa aturan – aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hierarkis, mempunyai kedudukan lebih tinggi (superior) terhadap aturan – aturannya. Oleh karena itu aturan – aturan  lain yang dibuat oleh pembentuk undang – undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan aturan konstitusi.



4.      Sifat Konstitusi.
Dari berbagai konstitusi yang ada dapat kita temukan adanya konstitusi yang bersifat kaku (rigid), dan yang konstitusi bersifat supel (flexibel). Menurut C.F.Strong, kaku atau supelnya sebuah konstitusi ditentukan oleh : apakah prosedur mengubah konstitusi sama dengan prosedur membuat undang – undang di negara yang bersangkutan.
Konstitusi disebut supel jika dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan prosedur pembuatan undang – undang (jadi dapat dilakukan oleh badan legislatif sehari – hari). Konstitusi itu disebut rigid atau kaku jika konstitusi itu hanya dapat diubah melalui prosedur yang berbeda dengan prosedur pembuatan undang – undang biasa (jadi tidak dapat dilakukan oleh badan legislatif sehari – hari ).

C.    Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi.
Dasar negara berisi ajaran tentang prinsi – prinsip hidup bernegara. Prinsip – prinsip dasar itu harus dipedomani dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, agar menjadi lebih operasional prinsip – prinsip harus dijabarkan ke dalam berbagai aturan hukum di negara yang bersangkutan. Penjabaran dasar negara ke dalam aturan hukum pertama – tama dilakukan melalui konstitusi. Ke dalam konstitusilah dimuat aturan – aturan pokok tentang kehidupan bernegara yang bersumber dari dasar negara.
Tidak setiap bangsa merumuskan dasar negaranya secara jelas dan tegas/eksplisit dalam bagian pembukaan konstitusi seperti bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merumuskan dasar negaranya ke dalam lima prinsip yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945. Kelima prinsip itu kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila.
Dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Dasar negara Pancasila merupakan pandangan bangsa Indonesia yang mengandung nilai – nilai luhur bangsa dalam menentukan konsep dasar dari cita – cita bangsa. Dengan demikian secara tidak langsung Pancasila mengikat bangsa Indonesia dalam praktik kenegaraan.
Dasar negara berbeda dengan konstitusi. Konstitusi memuat bangunan negara dan sendi – sendi pemerintahan negara. Konstitusi bisa tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis disebut Undang – Undang Dasar (UUD). Olek karena itu, konstitusi negara RI adalah UUD 1945.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hubungan antara dasar negra dan konstitusi memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali. Katerkaitan itu memiliki sifat filosofis, yuridis, dan sosiologis.
1.      Keterkaitan secara Filosofis.
Secara filosofis, konstitusi bangsa Indonesia salalu didasarkan pada filosofi – filosofi bangsa. Pada pendiri negara Republik Indonesia yang arif dan bijaksana telah berhasil meletakkan dasar negara yang kukuh dan kuat, yaitu Pancasila. Pancasila digali dari bumi Indonesia sendiri dan mewariskan landasan konstitusional kepada bangsanya.
2.      Keterkaitan secara Yuridis.
Secara Yuridis, konstitusi negara RI mengandung pokok – pokok pikiran dasar negara yang diwujudkan dalam bentuk pasal – pasal konstitusi negara RI. Dengan demikian, segala bentuk hukum atau aturan perundang – undangan harus berpedoman pada konstitusi yang telah diilhami oleh nilai – nilai dasar negara.
3.      Keterkaitan secara Sosiologis.
Secara sosiologis, konstitusi hendaknya dapat menampung seluruh nilai – nilai yang berkembang dalam masyarakat karena dasar negara merupakan prinsip – prinsip dasar dalam menjalankan kehidupan bernegara karena mengandung nilai – nilai luhur bangsa di suatu negara.
            Dalam tiga UUD yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, semua pembukaan atau mukadimah mencantumkan Pancasila. Tidak semua bangsa di suatu negara dapat merumuskan dasar negaranya secara jelas dan tegas/eksplisit dalam bagian pembukaan konstitusi seperti bangsa Indonesia. Selain itu, Pancasila sebagai dasar negara mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945.


D.    Substansi Konstitusi Negara.
Struktur jumlah pasal, dan isi masing – masing konstitusi berbeda – beda. Namun, secara garis besar konstitusi – konstitusi yang ada di dunia ini pada umumnya memuat:
1.      Pernyataan tentang Gagasan – gagasan Politik, Moral, dan Keagamaan.
Pernyataan gagasan – gagasan politik, omrak, dan keagamaan yang menjiwai konstitusi biasanya dimuat dalam bagian awal atau Pembukaan Konstitusi. Pada umumnya Pembukaan Konstitusi akan memuat pernyataan pengakuan terhadap Tuhan, dan pernyataan bahwa keadilan, kebebasan, persamaan, dan kebahagiaan/kesejahteraan umum dan lain sejenisnya akan dijamin memalui Konstitusi. Pembukaan Konstitusi kadang memuat pula cita – cita rakyat atau tujuan negara dan dasar negara.
2.      Ketentuan tentang Struktur Organisasi Negara.
Sesuatu dengan fungsinya sebagai pembatas kekuasaan penguasa, konstitusi memuat ketentuan – ketentuan tentang pembagian kekuasaan negara baik antara badan legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun dengan badan – badan negara lainnya. Dengan demikian, dalam Konstitusi akan tergambar struktur organisasi negara.
3.      Ketentuan tentang Perlindungan Hak – Hak Asasi Manusia.
Konstitusi umumnya juga memuat ketentuan – ketentuan yang menjamin dan melindugi hak – hak asasi manusia warga dari negara yang bersangkutan. Adakalanya ketentuan tentang jaminan dan perlindungan hak asasi itu dimuat dalam naskah tersendiri di luar konstitusi. Naskah semacam itu biasanya disebut Bill of Rights.
4.      Ketentuan tentang Prosedur Mengubah Undang – Undang Dasar.
Di dalam konstitusi lazimnya ditentukan pula syarat maupun prosedur mengubah konstitusi yang bersangkutan. Ketentuan semacam ini penting untuk menjaga agar konstitusi tetap dapat menyesuaikan perkembangan zaman.
5.      Larangan Mengubah Sifat Tertentu dari Undang – Undang Dasar.
Beberapa konstitusi juga memuat larangan mengubah bagian tertentu dari konstitusi yang bersangkutan. Hal ini biasanya terjadi jika para konstitusi ingin menghindari terulangnya kembali hal – hal yang baru saja diatasi, seperti misalnya munculnya seorang diklator atau kembalinya suatu monarki.
            Adapun ini atau sifat pokok dari UUD 1945 adalah Pancasila dengan nilai – nilai yang dikandungnya yang menjadi dasar yuridis bagi pelaksanaan dan kelangsungan negara Republik Indonesia. Rumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, terutama alenia IV, sedangkan Pembukaan UUD 1945 secara ilmiah merupakan kaidah pokok negara yang fundamental.
E.     Kedudukan Pembukaan UUD 1945.
1.      Isi Pembukaan UUD 1945.
Tiap – tiap alenia dalam Pembukaan UUD 1945, terkandung pokok – pokok pikiran yang sangat dalam, yaitu sebagai berikut.
a.       Pada alenia pertama, terkandung pokok pikiran bahwa: 1). Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, 2). Segala bentuk penjajahan harus dihapuskan, 3). Bangsa Indonesia perlu membantu bangsa – bangsa lain yang ingin merdeka. Pokok – pokok itu semestinya menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.\
b.      Pada alenia kedua, terkandung pokok – pokok pikiran bahwa: 1). Perjuangan bangsa Indonesia telah sampai kepada saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan; 2). Kemerdekaan bukanlah akhir dari suatu perjuangan; 3). Perlu upaya mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
c.       Pada alenia ketiga, terkandung pokok pikiran: 1). Bahwa kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai baerkat rahmat Allah Yng Maha Kuasa, 2). Bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi juga oleh keinginan luhur untuk menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan.
d.      Pada alenia keempat, terdapat rumusan tentang: 1). Tujuan negara yang meliputi : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; 2). Pentingnya mengatur kehidupan negara dalam Undang – Undang Dasar; 3). Bentuk pemerintaha Republik; 4). Dasar negara Indonesia yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila.
2.      Kedudukan Pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental (staats fundamental norm). Artinya, Pembukaan UUD 1945 memberikan faktor – faktor mutlak bagi tertib hukum Indonesia (sumber hukum tertinggi), lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD 1945.
Unsur – unsur mutlak dari pokok kaidah negara yang fundamental antara lain sebagai berikut.
a.       Menurut sejarah terjadinya, Pembukaan UUD 1945 ditentukan oleh pembentuk negara dan terpisah dengan Batang Tubuh UUD 1945.
1). Pembentuk negara, PPKI yang mempunyai kualitas dan kedudukan sebagai pembentuk negara menegakkan kemerdekaan dan mendirikan Negara Republik Indonesia.
2.) setelah terbentuk negara Republik Indonesi, dibentuklah Batang Tubuh UUD 1945.
b.      Dari segi isinya, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar – dasar pokok negara.
1). Dasar tujuan negara, baik tujuan maupun tujuan khusus, termasuk pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia.
2). Ketentuan diadakannya UUD negara (perhatikan alinea IV Pembukaan UUD 1945).
3). Bentuk negara.
4). Dasar fisafat negara (asas kerohanian negara), tersimpul dalam rumusan Pancasila pada alinea IV Pembukaan UUD 1945.
c.       Menurut prinsip hukum, Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan hukum yang tetap, tidak bisa di ubah – ubah karena makna kandungan Pembukaan UUD 1945 adalah pokok – pokok pembentuk negara dan pemerintahan Indonesia.
d.      Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dengan pasal – pasalnya.
1). Terpisah dan sebagai pokok kaidah negara fundamental serta lebih tinggi dari batang tubuh dalam hal tertib hukum Indonesia.
2). Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok – pokok pikiran yang bharus dijabarkan ke dalam pasal – pasal UUD 1945 dan menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis (UUD) maupun tidak tertulis (konvensi). Meskipun Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi dari batang tubuhnya, tetapi tetap berkaitan dengan batang tubuhnya.

Kamis, 26 April 2012

TULISAN hak dan kewajiban warga negara


Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Pasal 30.
pasal 30 UUD’45 adalah sebagai berikut :
tentang pertahanan negara
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
erdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Pasal 30.
pasal 30 UUD’45 adalah sebagai berikut :
tentang pertahanan negara
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
erdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945 Pasal 30.
pasal 30 UUD’45 adalah sebagai berikut :
tentang pertahanan negara
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak : adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat – syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang–undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan “ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan” pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
erdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.